BAB I
PENDAHULUAN
Darah adalah suspensi dari partikel
dalam larutan koloid cair yang mengandung elektrolit. Peranannya sebagai medium
pertukaran antara sel-sel yang terfiksasi dalam tubuh dan lingkungan luar serta
memiliki sifat-sifat protektif terhadap organisme sebagai suatu keseluruhan dan
khususnya terhadap darah sendiri.
Unsur seluler darah terdiri dari sel
darah merah (eritrosit), beberapa sel darah putih (leukosit), dan pecahan sel
yang disebut trombosit.
Komponen sel darah merah (eritrosit)
adalah hemoglobin (Hb) yang berfungsi mengangkut O2 dan CO2 serta
mempertahankan pH normal melalui serangkaian dapar intraseluler. Sintesis
hemoglobin dalam sel darah merah berlangsung dari eritroblas sampai stadium
perkembangan retikulosit dari sum-sum tulang. Konsentrasi hemoglobin darah
diukur berdasarkan intensitas warnanya dengan menggunakan fotometer dan
dinyatakan dalam gram hemoglobin/seratus mililiter darah (g/100 ml) atau
gram/desiliter (g/dl).
Molekul-molekul Hb terdiri dari 2 pasang
rantai polipeptida (globin) dan 4 gugus hem, masing-masing mengandung sebuah
atom besi. Konfigurasi ini memungkinkan pertukaran gas yang sangat sempurna.
Jumlah sel darah merah kira-kira 5 juta per mililiter kubik darah pada
rata-rata orang dewasa dan berumur 120 hari. Keseimbangan yang tetap
dipertahankan antara kehilangan dan penggantian sel darah setiap hari.
Pembentukan sel darah merah dirangsang oleh hormon glikoprotein, eritopoetin,
yang dianggap berasal dari ginjal.
Pertahanan tubuh melawan infeksi adalah
peranan utama dari leukosit atau sel darah putih. Batas normal sel darah putih
berkisar dari 4000 sampai 10.000/mm3. Lima jenis sel darah putih yang sudah
diidentifikasikan dalam darah perifer adalah:
1. Netrofil
(55% dari total) : berfungsi sebagai sistem pertahanan primer dari tubuh
melawan infeksi bakteri; metode pertahanan adalah proses fagositosis.
2. Eosinofil (1% sampai 2%) : mempunyai fungsi fagosit lemah yang
tidak dipahami secara jelas, pada reaksi antigen-antibodi dan meningkat pada
serangan asma, reaksi obat-obatan dan infestasi parasit tertentu.
3. Basofil (0,5% sampai 1%) : membawa heparin , faktor-faktor
pengaktifan histamin dan platelet dalam granula-granulanya untuk menimbulkan
peradangan pada jaringan, sedangkan fungsi yang sebenarnya tidak diketahui.
4. Monosit (6%) : memiliki fungsi fagosit, membuang sel-sel cedera
dan mati, fragmen-fragmen sel dan mikroorganisme (seperti pada endokarditis
bakterial).
5. Limfosit (36%), terbagi 2 yaitu :
1. Limfosit T-tergantung timus, berumur panjang, dibentuk dalam timus yang bertanggung jawab atas respon
kekebalan seluler melalui pembentukan sel yang reaktif antigen.
2. Limfosit B-tidak tergantung timus, jika dirangsang dengan
semestinya , berdiferensiasi menjadi sel-sel plasma yang menghasilkan
imunoglobulin, yang bertanggung jawab atas respon kekebalan humoral.
BAB II
PEMBAHASAN
1. A N E M I A
A. Defenisi Anemia
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar
Hb dan atau hitung eritrosit lebih rendah dari harga normal. Dikatakan sebagai
anemia bila Hb < 14 g/dl dan Ht < 41% pada pria, atau Hb < 12 g/dl dan
Ht < 37% pada wanita.
B. Tanda dan Gejala Anemia
Tanda dan gejala yang sering timbul
adalah gelisah, diaforesis (keringat dingin), takikardia, sesak nafas, kolaps
sirkulasi yang progresif cepat atau syok. Namun, pengurangan hebat massa sel
darah merah dalam waktu beberapa bulan (walaupun pengurangan 50%) memungkinkan
mekanisme kompensasi tubuh untuk menyesuaikan diri, dan biasanya penderita
asimtomatik kecuali pada kerja jasmani berat.
|
C. Patofisiologi Anemia
1.
Penurunan produksi : anemia
defisiensi, anemia aplastik, dll.
2.
Peningkatan penghancuran : anemia
karena perdarahan, anemia hemolitik, dll.
D. Klasifikasi Anemia
- Anemia mikrositik hipokrom
a.
Anemia defisiensi besi
b.
Anemia penyakit kronik
- Anemia makrositik nomokrom
a.
Defisiensi vitamin B12
b.
Defisiensi asam folat
- Anemia karena perdarahan
- Anemia hemolitik
- Anemia aplastik
E. Etiologi Anemia
|
1.
Hemoglobinopati, yaitu hemoglobin
abnormal yang diturunkan, misalnya anemia sel sabit.
2.
Gangguan sintesis globin, misalnya
talasemia.
3.
Gangguan membran sel darah merah,
sferositasis herediter.
4.
Defisiensi enzim, misalnya
defisiensi G6PD (glukosa 6-fosfat dehidrogenase)
Kelompok etiologis utama yang kedua adalah pembentukan sel
darah merah yang berkurang atau terganggu (diseritropoiesis). Yang termasuk
dalam kelompok ini adalah :
1.
Keganasan yang tersebar seperti
kanker payudara, leukemia dan meltipel mieloma; obat dan zat kimia toksik; dan
penyinaran dengan radiasi.
2.
Penyakit-penyakit menahun yang
melibatkan ginjal dan hati, penyakit-penyakit infeksi dan defisiensi endokrin.
Kekurangan vitamin penting, seperti vitamin B12, asam folat, vitamin C dan
besi, dapat mengakibatkan pembentukan sel darah merah tidak efektif sehingga
menimbulkan anemia.
|
2. LEUKEMIA
A. Defenisi Leukemia
Leukemia adalah proliferasi sel leukosit
yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit yang tidak normal, jumlahnya
berlebihan, dapat menyebabkan anemia, trombositopenia dan diakhiri dengan
kematian.
Leukemia, mula-mula dijelaskan oleh Virchow
pada tahun 1847 sebagai “darah putih”, adalah penyakit neoplastik yang ditandai
oleh proliferasi abnormal dari sel-sel hematopoietik. Klasifikasi akut atau
kronik adalah sesuai dengan jenis sel yang terlibat dan kematangan sel
tersebut. Klasifikasi yang cermat adalah vital karena modalitas pengobatan dan
prognosisnya sangat berbeda.
B. Klasifikasi Leukemia
Menurut perjalanan penyakitnya, dapat
dibagi atas leukemia akut dan kronik. Dengan kemajuan pengobatan akhir-akhir
ini, pasien leukemia limfoblastik akut dapat hidup lebih lama daripada pasien
leukemia granulositik kronik. Dengan demikian pembagian akut dan kronik tidak
lagi mencerminkan lamanya harapan hidup. Namun pembagian ini masih
menggambarkan kecepatan timbulnya gejala dan komplikasi.
Menurut jenisnya, leukemia dapat dibagi
atas leukemia mieloid dan limfoid. Masing-masing ada yang akut dan kronik.
Secara garis besar, pembagian leukemia adalah sebagai berikut :
- Leukemia mieloid
a.
|
b.
Leukemia mieloblastik akut (leukemia
mieloid / mielositik / granulositik / mielogenous akut)
- Leukemia limfoid
a.
Leukemia limfositik kronik
b.
Leukemia limfoblastik akut.
C. Insiden Leukemia
Walaupun menyerang kedua jenis kelamin,
tetapi pria terserang sedikit lebih banyak dibanding wanita. Leukemia
granulositik atau mielositik ditemukam pada orang dewasa semua umur. Leukemia limfositik
akut lebih menyolok pada anak-anak di bawah umur 15 tahun, dengan puncaknya
antara 2 dan 4 tahun. Leukemia granulositik atau mielositik kronik paling
sering terlihat pada orang berusia pertengahan, tetapi dapat terjadi pada tiap
kelompok umur. Leukemia limfositik kronik ditemukan pada individu yang lebih
tua.
D. Etiologi Leukemia
Walaupun penyebab dasar leukemia tidak diketahui,
pengaruh genetik maupun faktor-faktor lingkungan kelihatannya memainkan
peranan. Jarang ditemukan leukeia familial, tetapi kelihatannya terdapat
insidens leukemia lebih tinggi dari saudara kandung anak-anak yang terserang
dengan insiden yang meningkat sampai 20% pada kembar monozigot (identik).
Individu dengan kelainan kromosom, seperti sindrom down, kelihatannya mempunyai
insidens leukemia akut dua puluh kali lipat.
|
E. Tanda dan Gejala Leukemia
Pada Leukemia Granulositik atau
Mielositik Akut (LGA) berkaitan dengan netropenia dan trombositopenia. Ini
adalah infeksi berat yang rekuren disertai timbulnya tukak pada membran mukosa,
abses perirektal, pneumonia, septikemia disertai menggigil, demam, takikardi,
dan takipnea. Trombositopenia mengakibatkan pendarahan yang dinyatakan dengan
petekie dan ekimosis (perdarahan dalam kulit), epitaksis (perdarahan hidung),
hematoma pada membran mukosa, serta perdarahan saluran cerna dan sistem saluran
kemih. Tulang mungkin sakit dan lunak yang disebabkan oleh infark tulang atau
infiltrat periosteal (di bawah periostium).
|
Pada Leukemia Granulositik Kronik (LGK),
tanda dan gejala berkaitan dengan keadaan hipermetabolik-kelelahan, kehilangan
berat badan, diaforesis meningkat, dan tidak tahan panas. Limpa membesar pada
90% kasus yang mengakibatkan perasaan penuh pada abdomen dam mudah merasa kenyang.
Pada Leukemia Limfositik Kronik (LLK),
tanda dan gejala serupa dengan LGK menggambarkan keadaan hipermetabolik. Pembesaran
organ secara masif menyebabkan tekanan mekanik pada lambung sehingga
menimbulkan gejala cepat kenyang, rasa tidak enak pada abdomen, dan buang air
besar tidak teratur. Mungkin tarjadi infeksi kulit dan pneumonia; keadaan ini terjadi
sekunder akibat adanya perubahan imunologik dan netropenia.
BAB III
KESIMPULAN
Unsur utama dari darah adalah sel darah
merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan pecahan sel yang disebut
trombosit. Komponen utama eritrosit adalah Hb yang berfungsi mengangkut O2 dan
CO2 serta mempertahankan pH normal melalui serangkaian dapar intraseluler.
Leukosit mempuyai peranan yang sangat penting bagi pertahanan tubuh melawan
infeksi dengan kemampuan fagositnya.
Berkurangnya jumlah eritrosit dalam
darah dapat menyebabkan anemia yang disebabkan oleh perdarahan atau
penghancuran sel dalam sirkulasi (hemolisis), selain itu juga dapat terjadi
karena pembentukan sel darah merah yang berkurang atau terganggu
(diseritropoeisis) karena penurunan fungsi sum-sum tulang dalam memproduksi
eritrosit.
Gangguan pada leukosit dapat mengenai
setiap lapisan sel atau semua lapisan sel dan umumnya berkaitan dengan gangguan
pembentukan yang menjadi abnormal dari sel-sel hematopoietik, penghancuran dini/matang
yang menyolok. Hal itu semua merupakan penyebab terjadinya leukemia disamping
faktor-faktor lingkungan berupa kontak dengan radiasi ionisasi, zat kimia,
keadaan sum-sum tulang hipopastik yang merupakan predisposisi terhadap
leukemia.
DAFTAR
PUSTAKA
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 1994.
Patofisiologi–Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Penerbit Buku Kedokteran
ECG. Jakarta.
Mansjoer, Arif, dkk. 1999. Kapita Selecta Kedokteran.
Edisi Ketiga. Penerbit Aesculapius. Jakarta.